Tubuh Sebagai Doa

Ilustrasi. Berlutut. (Foto: Istimewa)

“Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi namaMu.” Mazmur 63:5

Alkitab penuh dengan apa yang bisa disebut doa tubuh: Musa berdoa dengan kedua tangannya diangkat tinggi ketika orang-orang Israel bertempur melawan orang-orang Amalek; Elisa berdoa mengembalikan kehidupan anak laki-laki Shunammi dengan berbaring di atas tubuhnya; Daud menari di hadapan Tuhan di saat Tabut Perjanjian dibawa masuk ke Kota Kudus; Yesus menumpangkan tanganNya pada banyak orang; Yohanes berbaring menelungkup di hadapan Kristus yang dimuliakan ketika berada di Patmos.

Gaya tubuh dalam berdoa yang paling umum di Alkitab adalah menelungkupkan tubuh seluruhnya atau bersujud dengan tangan terjulur ke depan. Gaya tubuh yang kedua paling umum adalah dengan kedua tangan dan telapak tangan terangkat ke atas. Gaya tubuh yang menjadi kebiasaan kita – kedua telapak tangan bertemu dan mata tertutup – tidak ditemukan dalam Alkitab. Hal ini tidak berarti bahwa gaya tubuh yang pertama, kedua dan ketiga tadi tidak tepat. Tetapi hal inni seharusnya membebaskan kita untuk menggunakan bahasa tubuh apa pun yang tepat untuk masuk ke dalam suatu pengalaman doa. (Richard Foster)

Renungan

Bayangkanlah tubuh Anda sebagai suatu alat untuk memuji. Hendaknya Anda tidak merasa canggung untuk mengangkat kedua tangan Anda guna memuji Tuhan. Meskipun doa bisa dilakukan kapan saja, dalam posisi apa saja, cobalah untuk berlutut pada suatu saat. Salah satu gaya tubuh dalam berdoa yang disukai di dalam Perjanjian Lama, yang masih dilakukan oleh banyak orang Kristen adalah berlutut dengan muka menghadap ke bawah dalam kerendahan hati yang menyeluruh. Menyungkurkan tubuh sepenuhnya, tertelungkup, juga merupakan posisi berdoa yang sering digunakan. Jangan canggung-canggung dalam mencoba praktik-praktik doa ini yang mungkin baru bagi Anda. Kerendahan tubuh adalah suatu ungkapan jasmani dari kerendahan hati.

(Sumber: Buku What Would Jesus Do)

Iklan

Mayoritas

(perfectingofthesaints.com)

“Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia menceraiberaikan.” Matius 12:30

Satu orang bersama Tuhan selalu berada dalam mayoritas. (John Knox)

Renungan

Kadang-kadang bila kita merasa sendirian sebagai orang Kristen, yang dikelilingi oleh orang-orang yang tidak memiliki iman yang sama dengan kita, terdapat suatu tekanan untuk menyesuaikan diri dengan mayoritas. Kita semua sudah pernah memahami hal itu. Terkadang, mayoritas ingin melakukan sesuatu yang jelas bukan sesuatu yang akan dilakukan Yesus. Apakah kita akan ikut atau apakah kita teringat kepada siapa yang kita layani?

Jika kita melakukan apa yang hendak dilakukan Yesus, kita berada di dalam mayoritas Tuhan. Mungkin saja hasilnya akan lebih sedikit dari antara semua rekan lama yang berada di pihak kita. Namun ditemani oleh Tuhan sebagai sahabat mengimbangi semua yang lainnya.

Mungkin kita tidak selalu mudah untuk melakukan apa yang hendak dilakukan Yesus, tetapi kita layak melakukannya.

Kasihilah Sesamamu

Foto: Istimewa

Kasihilah Sesamamu

“Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kita para nabi.” Matius 7:12

Jadilah orang yang sedemikian dan jalanilah kehidupan sedemikian sehingga jika setiap orang hidup seperti Anda dan setiap kehidupan seperti kehidupan Anda maka bumi ini akan menjadi Taman Firdaus Allah. (Phillips Brooks)

Renungan

Bayangkanlah Anda mampu meringkas semua ini ajaran Perjanjian Lama dengan kata-kata yang sederhana “Lakukanlah kepada orang lain apa yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu”. Inilah ringkasan dari “Apa yang hendak dilakukan Yesus?” Jika kita melakukan hal ini setiap harinya tanpa peduli dengan apa yang dilakukan oleh orang lain sebagai tanggapannya, maka kita akan mengetahui bahwa iman kita bisa menular.

Mencukupkan Diri dalam Segala Hal

Ilustrasi. Hidup berkecukupan. (Foto: Istimewa)

Kamis, 27 Juli 2017

“Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.” Filipi 4:11

Tidak merasa cocok dengan berbagai hal, tindakan dan peristiwa di mana Tuhan – dalam kemurahan hatiNya – telah menganggap cocok untuk meletakkan semuanya itu di sekitar kita, atau dengan kata lain, kita tidak menerima semua itu dengan roh yang rendah hati, penuh iman dan syukur – adalah berarti berpaling dari Tuhan.

Sebaliknya, memandang semua itu sebagai kehadiran Tuhan yang berkembang dan dari kehendak Tuhan dan menerima kehendak itu artinya berpaling ke arah yang berlawanan dan menjadi satu dengan Dia. (Thomas C. Upham)

Renungan

Bagaimana jika tahap hidup Anda sekarang ini tidak pernah berubah – bisakah Anda bahagia? Anda bisa jika Anda memahami bahwa kebahagiaan tidak tergantung pada keadaan. Terimalah keadaan Anda sekarang dan carilah Tuhan untuk mendorong Anda maju, dengan tekad bahwa kepuasaan Anda tidak bergantung pada hal-hal lain yang diberikan olehNya, tetapi pada Dia.

Tukang Cuci Piring

Ilustrasi. Cuci piring. (Foto: Istimewa)

 

Bacaan: Yesaya 9:5

“Mereka tak peduli apa pun arahan saya”, keluhnya. Dulu, panitia memintanya menjadi penasihat. “Anda sangat kompeten”, kata mereka waktu itu. Ternyata, mereka hanya memanfaatkan popularitasnya. Panitia bertindak sesuka hati. Pertimbangannya tidak pernah digubris. Jika kesulitan timbul, barulah mereka datang memintanya memberi solusi. “Tak ada gunanya saya di sana”, ujar pria itu. “Saya akan mengundurkan diri”.

Diposisikan seakan terhormat, tetapi perkataannya diabaikan, nasihatnya tak digubris. Hanya tiap kali masalah datang, diminta memberikan solusi. Seperti itulah sikap kita kepada Tuhan. Puja-puji kita nyanyikan untuk- Nya. Kita sanjung Dia sebagai Penasihat Ajaib. Tetapi, de facto, kita tidak menggubris nasihat-Nya. Kita melangkah tanpa memedulikan kehendak-Nya. Jika masalah datang, barulah kita mengungsi kepada-Nya.

Penasihat Ajaib itu kita jadikan “Tukang Cuci Piring”, tidak pernah kita ajak berembug tentang bagaimana perhelatan akan kita adakan, tetapi Dia selalu kita limpahi semua kesulitan setelah pesta usai. Tiap kali ada persoalan yang kita tak mampu menangani, “Tukang Cuci Piring” itu kita minta untuk mengatasi.

Kitab Amsal menasihati, “Akuilah Dia dalam segala lakumu”. Jangan hanya mengakui kuasa dan kebaikan-Nya, tetapi hormati dan akui juga kehendak-Nya dan kedaulatan-Nya. Jangan jadikan Dia Penasihat yang tak pernah didengar, jangan jadikan Dia “Tukang Cuci Piring” dalam “pesta semau gue” hidupmu, tetapi dengarkan kehendak-Nya, dan berjuanglah mewujudkan itu. (Renungan Harian)

%d blogger menyukai ini: